ASPEK OPERASIONAL :
· Mengacu pada Keputusan Menteri Perhubungan No.55 tahun 2002 tentang Pengelolaan Pelabuhan Khusus, pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dikelola, dimanfaatkan dan digunakan untuk keperluan khusus seperti pelabuhan Minyak & Gas Bumi, pelabuhan Minyak Kelapa Sawit, pelabuhan Batubara, dsb. Dan tidak bisa di pergunakan untuk keperluan komersial (www.migas-indonesia.com tgl.08-06-2007). Untuk pelabuhan khusus, maka pihak swasta dapat mengoperasikan pelsus tersebut (independently) dalam rangka menunjang kegiatan usahanya. Misalnya perusahaan tambang batu bara, maka dia bisa mengelola pelabuhan khusus dalam rangka mengangkut batu bara tersebut atau barang lain yang berhubungan dengan kegiatan usahanya.
· Untuk pasar Asia saja, besaran pasar angkutan laut batu bara internasional Indonesia diperkirakan sekitar 233,8 miliar ton-mil, belum termasuk operasi balik (ballast-voyage) dengan kebanyakan menggunakan kapal tipe bulk-carrier Handymax dengan kapasitas 40,000-50,000 deadweight-ton (DWT) per satuan pengapalannya (shipment). Dengan asumsi charter-rate satu tahun rata-rata dunia (khususnya untuk tipe kapal handymax) pada tahun 2006 sekitar US$ 0,002-0,003 per ton-mil, nilai pasar angkutan (charter) kapal bulk-carrier dari Indonesia diperkirakan sekitar 780 juta atau kurang lebih 6,7 triliun rupiah (www.sinarharapan.co.id tgl.03-05-2007).
· Pelabuhan batubara harus memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, memperoleh rekomendasi dari Gubernur dan izin operasi dari Menteri Perhubungan (www.kompas-cetak.com tgl.16-05-2007). Kabid Perhubungan Laut Dinas Perhubungan Kotabaru, Densi Lumembang menjelaskan untuk memiliki izin pelsus ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan (www.apbi-icma.com tgl.25-09-2008). Pertama, harus memiliki izin lokasi. Jika pelsus lokal maka perizinannya dikeluarkan Bupati Kotabaru, jika regional izinnya dikeluarkan Gubernur Kalimantan Selatan, sedangkan jika internasional perizinannya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Izin lokasi ini sendiri harus dilengkapi dengan beberapa dokumen lainnya seperti AMDAL atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). Setelah izin lokasi dipenuhi, pengelola harus memiliki izin pembangunan. Terakhir adalah izin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Jika perusahaan yang memiliki pelsus namun tidak mengantongi izin operasional, maka secara hukum pelsus tersebut dapat dikatakan tidak resmi.
ASPEK PEMASARAN :
Keadaan supply dan demand
· Produksi batubara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Data dari Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan hingga akhir 2007, total produksi batubara nasional mencapai 207,5 ton atau meningkat 7,5% dibanding 2006. Pada 2008, produksi batubara diperkirakan bertambah sekitar 20 juta ton.
· Produksi batubara diperkirakan terus bertambah karena:
- dari segi ekonomis, biaya batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik lebih hemat dibandingkan bahan bakar minyak (BBM). Biaya pembelian batubara hanya 10% dari biaya bahan bakar pembangkit listrik jika dibandingkan dengan biaya pembelian BBM yang mencapai 81%. Kondisi ini mendorong industri yang selama ini berbahan bakar BBM untuk beralih menggunakan batubara.
- Adanya rencana pembangunan PLTU dengan total kapasitas 10.000 MW. Dalam perhitungan APBI, jika semua proyek PLTU sudah beroperasi maka konsimsi batubara domestik akan mencapai 90 juta ton atau naik 40 juta ton dari kebutuhan yang ada saat ini.
- APBI memperkirakan kebutuhan batubara dunia akan terus meningkat karena beberapa negara seperti Jepang, India, Taiwan, Korea Selatan dan Hong Kong membutuhkan bahan baku energi cukup besar padahal negara-negara tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang memadai.
- Konsumsi batubara domestik oleh industri semen, keramik, pulp & kertas, besi & baja terus meningkat dari tahun ke tahun.
· Kapasitas dermaga atau pelabuhan batubara nasional pada 2002 adalah 767.000 DWT (termasuk Tanjung Barat, Utara dan Selatan Pulau Laut yang masih dalam tahap pembangunan). Apabila produksi batubara ditujukan untuk keperluan domestik, kapasitas pelabuhan tersebut mendekati kebutuhan batubara dalam sehari untuk pembangkit listrik dan sebagai final use pada tahun 2021 (www.bappebti.go.id). Artinya, di tahun 2021 batubara yang tertimbun di pelabuhan akan habis terangkut untuk menyuplai konsumen dalam sehari. Hal ini riskan karena stockpile batubara yang harus tersedia di konsumen minimal mampu untuk memenuhi kebutuhan batubara selama 7 (tujuh) hari operasi. Oleh karena itu, kapasitas pelabuhan perlu ditingkatkan berturut-turut menjadi 1,4 juta DWT, 2,2 juta DWT, 3,4 juta DWT dan 5,3 juta DWT masing-masing pada tahun 2006, 2011, 2016 dan 2021. Begitu pula dengan sarana transportasi batubara, perlu ditingkatkan seiring dengan kenaikan konsumsi batubara.
· Pola angkutan batubara yang berkembang di Kalimantan adalah (i) dari mulut tambang menggunakan menggunakan truk/conveyor ke pelabuhan muat di tepi pantai, (ii) dari mulut tambang ke penampungan (stockpile) di tepi sungai, kemudian diangkut dengan tongkang/barge dan kapal tug ke pelabuhan muat di tepi sungai/pantai/tengah laut (Tinjauan terhadap Infrastruktur Transporrtasi Batubara di Kalimantan, Edisi 03/Th.XI/Maret-Juni 2006). Dari pelabuhan batubara dikirim ke tujuan ekspor dengan kapal samudra. Terdapat pula tongkang yang mengangkut batubara dari pelabuhan tepi sungai/stockpile langsung menuju pasar domestik.
Kondisi persaingan
· Peta Infrastruktur Pelabuhan Batubara
Sumber: Departemen ESDM (2008).
· Terdapat 64 pelabuhan khusus batubara yang tersebar di Kalimantan Selatan (www.banjarmasinpost.co.id tgl.06-01-2008). Pemerintah Provinsi Kalsel menyanggupi menyelesaikan jalur khusus batubara dan tiga pelabuhan khusus batubara dalam 1,5 tahun.
· Menurut Ketua Tim Penanggulangan PETI dan Penebangan Liar Kota Baru yang
juga Wakil Ketua DPRD Kota Baru, Usman Pahero mengatakan di Kota Baru tercatat sekurangnya 23 pelabuhan ilegal dan 38 lokasi penumpukan batu bara (stock pile) ilegal.
Substitusi
· Jaringan distribusi memegang peranan penting dalam kelancaran suplai batubara dari sumber ke konsumen. Jaringan distribusi batubara terbentang mulai dari tambang ke pelabuhan dengan menggunakan truk dan / atau kereta api, dermaga atau pelabuhan penerima (loading), barge dan vessel, pelabuhan bongkar (unloading) dan truk/kereta api untuk industri yang jauh dari pesisir pantai (www.bappebti.go.id).
· Secara logistik, kekuatan pengangkutan batubara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar