zwani.com myspace graphic comments

Selasa, 13 Januari 2009

Industri Tenun

ASPEK PEMASARAN :         

Keadaan supply dan demand

·         Perkembangan kapasitas produksi industri pertenunan di Indonesia cenderung stagnan. Pada tahun 2003 kapasitas produksi pertenunan Indonesia menurun cukup signifikan, yaitu menjadi 1,724 juta ton dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,01 juta ton. Pertumbuhan kapasitas produksi pada tahun 2004 meskipun meningkat tetapi relatif kecil, yaitu mencapai 1,778 juta ton, kemudian pada tahun berikutnya menurun menjadi 1,777 juta ton.

      Tabel. Kapasitas Produksi Industri Pertenunan di Indonesia Tahun 2002-2006.

Tahun

Pertenunan (ribu ton)

Pertumbuhan (%)

2002

2.011

-

2003

1.724

-14,3

2004

1.778

3,1

2005

               1.777              

-0,1

2006

1.777

0

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Depperin, Data Consult (2007).

·         Pada tahun 2002 utilisasi kapasitas produksi industri pertenunan / Weaving mencapai 63,4%, kemudian pada tahun 2003 utilisasi meningkat menjadi 73,9%, peningkatan tersebut bukan karena meningkatnya produksi melainkan karena pada tahun yang sama kapasitas produksi menurun cukup besar. Pada tahun 2004 utilisasi relatif sama dengan tahun sebelumnya, hingga akhirnya menurun drastis pada tahun 2005 dan 2006, yang tidak lain karena produk tekstil Indonesia termasuk kain tenun menghadapi persaingan setelah dicabutnya kuota pasar tekstil oleh negara – negara utama pengguna tekstil (Amerika, canada, Eropa).

Tabel. Utilisasi Kapasitas Produksi Industri Pertenunan 2002-2006.

Tahun

Utilisasi (%)

Pertumbuhan (%)

2002

63,4

-

2003

73,9

16,6

2004

73,8

-0,1

2005

54,2

-26,6

2006

53,2

-1,8

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Depperin, Data Consult (2007).

·         Pada tahun 2002 produksi pertenunan mencapai 1,275 juta ton dan pada tahun 2003 relatif sama yaitu 1,274 juta ton.  Pada tahun 2004 produksi sedikit meningkat menjadi 1,312 juta ton, tetapi dengan dicabutnya kuota oleh negara-negara utama pengguna tekstil dunia pada tahun 2005, produksi kain tenun Indonesia menurun cukup besar hingga menjadi 963 ribu ton pada tahun 2005 dan 946 ribu ton pada tahun 2006.

Tabel. Produksi Kain Tenun di Indonesia Tahun 2002-2006.

Tahun

Produksi (ribu ton)

Pertumbuhan (%)

2002

1.275

-

2003

1.274

-

2004

1.312

3,0

2005

963

-26,6

2006

946

-1,8

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Depperin, Data Consult (2007).

·         Pada tahun 2002 market size industri pertenunan masih menunjukan volume sebesar 1.023,3 ribu ton, kemudian menurun menjadi 981,7 ribu ton pada tahun 2003. Sempat meningkat menjadi 1.071,8 ribu ton pada tahun 2004 hingga kemudian menurun terus baik pada tahun 2005 maupun 2006, yang mencapai 717 ribu ton dan akhirnya menjadi 703,5 ton. Penurunan pertumbuhan market size industri pertenunan yang drastis pada tahun 2005, yang mencapai 33,1%.

Tabel. Estimasi Market Size Industri Pertenunan di Indonesia 2002-2006.

Tahun

Produksi

(ribu ton)

Impor

(ribu ton)

Ekspor

(ribu ton)

Market Size

(ribu ton)

Pertumbuhan

(%)

2002

1.275

116,2

367,9

1.023,3

-

2003

1.274

87,9

381,2

981,7

-4,1

2004

1.312

98,8

339,0

1.071,8

9,2

2005

963

99,0

345,0

717,0

-33,1

2006

946

88,5

331,0

703,5

-1,9

Sumber: Depperin, BPS (2007).

 

Kondisi persaingan

·         Berdasarkan data Departemen Perindustrian, terdapat 488 industri weaving yang beroperasi di beberapa wilayah di Indonesia. Dari 488 industri weaving tersebut, 60 perusahaan diantaranya mempunyai kapasitas produksi diatas 20 juta meter kain tenun per tahun, seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini.

Tabel. Produsen Utama Industri Pertenunan di Indonesia Menurut Kapasitas Produksi.

Nama Perusahaan

Kapasitas Produksi (meter / tahun)

PT. Agung Sejahtera Sidoarjo

24.000.000

PT. Alena Textile Industri

20.000.000

PT. Argo Pantes

87.502.000

PT. Asatex

36.000.000

PT. Bandung Synthetic Sorong Milis

24.000.000

PT. Batam Textile Industry

30.000.000

PT. Batik Sekar Lima

20.000.000

PT. Bhinneka Karya Manunggal

36.000.000

PT. Bintang Agung

72.738.000

PT. Bogasari Flour Mills

31.600.000

PT. Bumi Angkasa Textile Industry

68.750.000

PT. Cahaya Samudera Makmur

25.000.000

PT. Centex

24.000.000

PT. Central Georgette Nusantara

72.000.000

PT. Chitatex Peni

21.380.500

PT. Citra Label Jaya Perkasa

25.000.000

PT. Citrasari Inti Buana

21.719.160

PT. Classic Prima Carpet Industries

22.000.000

PT. Daya Manunggal

23.400.000

PT. Daya Mekar Textindo

27.400.000

PT. Eratex Djaja

33.940.000

PT. Farmatex

31.812.000

PT. Fuji Palapa Textile Industry

32.812.000

PT. Giri Lee Textile

32.000.000

PT. Gistex

21.500.000

PT. Grand Textile Industry

31.523.640

PT. Guna Kadota Manunggal

27.600.000

PT. Gunatex Jaya

25.826.820

PT. Hegar Mulya Lestari

26.400.000

PT. Indo Singa Lestari

21.160.000

PT. Indocitra Serba Lestari

24.000.000

PT. Indonesia Taroko Textile

54.800.000

PT. Indonesia Textile

309.600.000

PT. Industri Sandang II unit Pabritex Tegal

22.700.000

PT. Inti Texturindo Megah

24.500.000

PT. Istem

21.600.000

PT. Jasa Sandang Raya

60.000.000

PT. Kamola

53.280.000

PT. Kanasritex

20.000.000

PT. Kanebo Tomen Synthetic

48.000.000

PT. Karwell Indonesia

25.000.000

PT. Kresnatara Sekawan

62.000.000

PT. Lucky Abadi Textile

20.834.100

PT. Megah Megalon Industries

45.000.000

PT. Safarijunie Textindo Industries

46.480.092

PT. Samcro Hyosung Adi Lestari

40.000.000

PT. Sampangan Duta Panca Sakti

21.600.000

PT. Sandang Mutiara Mulia

27.420.000

PT. Sandratex

70.804.166

PT. Sari Warna Asli Textile Industry

72.133.429

PT. SCTI

23.090.496

PT. Sekawan

29.275.200

CV. Sinar Sari

52.750.000

PT. Sri Kapas Agung Asri

182.500.000

PT. Sri Rezeki Isman

69.569.500

PT. Sunson Textile Manufacturer

32.300.000

PT. Suryadani

30.000.000

PT. Suryakarya Pratama

23.300.000

PT. Tarumatex

24.000.000

PT. Texmaco Jaya

20.930.000

PT. Texmaco

309.000.000

PT. Tritama Textindoraya

24.000.000

PT. Trulindo Mulia Perkasa

48.000.000

PT. Unggul Bukit Kencana

21.600.000

Lain-lain

2.687.491.103

Total

3.360.721.120

Sumber: Depperin (2007).

 

Strategi usaha

Strategi usaha yang dapat dilakukan oleh pemain dalam industri tekstil secara umum adalah:

-          Melakukan diversifikasi BBM dengan menggunakan BBM yang lebih murah dalam hal ini adalah menggunakan batubara serta gas, sehingga lebih efisien.

-          Melakukan peremajaan terhadap mesin-mesin yang sudah mulai tua.

-          Melakukan perluasan pasar dengan mengandalkan tenaga sales dan jaringan yang dimilikinya.

-          Meningkatkan efisiensi biaya produksi untuk mencapai harga jual yang lebih bersaing.

-          Aktif melakukan kunjungan langsung ke buyer-buyer baru untuk menjalin komunikasi yang lebih baik dan memperluas jaringan pemasarannya.

-          Menjaga hubungan baik dengan pelanggan dan calon pelanggan baru sehingga kontinuitas pemesanan dan negosiasi harga menjadi lebih mudah.

 

Saluran pemasaran

-          Saluran pemasaran langsung, yaitu penjualan kepada pengguna akhir.

-          Saluran pemasaran tak langsung, yaitu penjualan melalui distributor atau agen.

 

Pembeli utama

Pasar utama : 65% domestik dan 35% ekspor (Kajian Industri TPT, Divisi Perencanaan Strategis, 2007).

 

Prospek pasar

·         Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Benny Sutrisno, pertumbuhan pasar TPT seharusnya berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk (ICN Agustus 2007). Industri TPT yang mempunyai struktur dan fondasi yang kuat, yang melakukan restrukturisasi mesin dan peralatan, akan mempunyai daya saing.

·         Ke depan prospek industri TPT masih cukup menjanjikan (Kajian Industri TPT, Divisi Perencanaan Strategis, 2007). Dari sisi demand, konsumsi TPT dunia diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai 68 juta ton (10 kg/kapita) pada 2010, sementara konsumsi pasar domestik 1,08 juta ton (4,5 kg/kapita). Dengan sejumlah agenda restrukturisasi (peningkatan kapasitas produksi, retsrukturisasi dan penambahan mesin, peningkatan volume dan nilai ekspor), dan berbagai upaya perbaikan lainnya, daya saing produk TPT Indonesia semakin membaik.

    Konsumsi TPT pada pasar domestik pada 2008 diperkirakan tumbuh 5 -6 persen; menjadi 1.300.000 ton. Konsumsi pakaian diperkirakan yang mencapai 20% merupakan penggerak konsumsi TPT di pasar domestik (www.indotextiles.com tgl.17-03-2008). Jika produsen lokal dapat mengambil 50 persen dari pasar domestik (sekitar 650.000 ton), industri TPT pada 2008 akan mampu untuk menyerap paling tidak 200.000 pekerja. Kondisi ini akan membawa dampak positif pada sektor ke hulu penenunan termasuk, pekerjaan merajut, dan pemintalan.

Tidak ada komentar: